Karma
atau......
By
lotusathene
Arka melempar ponselnya ke
lantai dengan amarah yang meluap-luap. Ia tidak memperdulikan jika ponselnya
nanti tidak bisa digunakan. Ia sudah tidak peduli. Hatinya serasa hancur. Serasa
tercabik. Dengan langkah gusar, Arka berjalan ke arah cermin yang terdapat di
kamarnya. Ia meninju cermin itu hingga retak. Membuat tangannya berdarah. Ia terus-menerus
melakukan hal itu. Seolah ia tidak merasa sakit sama sekali. Pecahan cermin itu
tertancap pada punggung tangannya.
“Kenapa ia melakukan ini
padaku? KENAPA?”teriak Arka murka. Air mata nampak turun dari sudut matanya. Tadi
pagi, ketika ia bangun tidur, kekasihnya, ah bukan mungkin sekarang bisa disebut
mantan kekasih menghubunginya. Tania, nama mantan kekasihnya. Gadis cantik yang
sudah memenuhi hatinya belakangan ini. Bertahun-tahun Arka sudah jatuh hati
pada Tania. Namun, baru seminggu yang lalu Arka mengungkapkan perasaannya pada
gadis idamannya. Tak dinyana, Tania menerimanya sebagai kekasih. Namun, takdir
manusia siapa yang tahu? Baru seminggu hubungannya berjalan, Tania mengatakan
ingin mengakhiri hubungan mereka. Tentu saja itu pukulan serta kesakitan yang
luar biasa bagi Arka. Penantiannya seolah dihempaskan begitu saja oleh Tania.
“Halo,
Arka? Kamu sudah bangun? Ini aku Tania”.
“Arka
ada ahal penting yang ingin kubicarakan denganmu. Tetapi, aku hanya bisa
mengatakan ini lewat telepon. Kamu nggak masalah kan?”
“Arka..
ehm, begini. Aku bingung harus bicara darimana. Tetapi, yang jelas aku ingin
minta maaf terlebih dulu padamu.”
“Aku
benar-benar minta maaf. Ini mungkin akan sangat menyakitkan untukmu.”
“Arka...
aku ingin mengakhiri hubungan kita...”
“Aku
tidak bercanda, Arka. Aku serius. Aku tahu hubungan kita baru berjalan
seminggu. Tapi, aku rasa aku tidak bisa melanjutkannya.”
“Alasannya?
Well, mungkin karena aku belum bisa melupakan mantan kekasihku terdahulu. Dia
tiba-tiba datang kembali, dan langsung melamarku.”
“Aku
belum menjawabnya, ya kamu tahu, karena kita masih berpacaran. Karena itu, aku
ingin mengakhirinya.”
“Maaf,
tapi aku masih mencintainya. Tentu aku lebih memilihnya. Dia lebih siap,
dewasa, dan matang.”
“Cinta?
Yang aku rasakan ketika aku menerimamu bukan cinta, Arka. Aku hanya merasa
nyaman. Aku mencoba untuk bisa mencintaimu, nyatanya aku tidak bisa.”
“Kamu
boleh memakiku. Silahkan. Memang benar yang kamu katakan, kamu hanya aku anggap
sebagai pelarian.”
“Aku
tidak peduli. Yang penting aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Lupakan aku. Kita
akhiri semuanya.”
“Goodbye,
Arka.”
Arka berteriak histeris ketika
otaknya memutar kata-kata Tania tadi pagi via telepon. Menyakitkan bukan? Hanya
dianggap pelarian. Padahal, Arka sudah menunggunya selama lima tahun. Dan
inikah balasan yang ia dapat? Arka melempar seluruh barang-barangnya. Membuat kamarnya
hancur berantakan seperti hatinya. Gadis yang ia anggap baik, ternyata bermulut
ular. Berhati batu. Arka meringkuk di sudut kamar. Membiarkan kamarnya gelap
tanpa cahaya. Seperti hatinya.
Arka terbangun seketika. Keringatnya
bercucuran. Ia baru saja bermimpi, bermimpi buruk. Sebuah kata-kata langsung
menghujam otaknya. Mengobrak-abrik lagi hatinya yang sudah hancur. Arka bangun
dan berjalan ke arah cerminnya yang sudah tak berbentuk. Melihat pantulan
dirinya yang begitu mengerikan. Entah kenapa memori masa lalu menghinggapinya. Suara
seorang gadis masuk ke dalam hati dan telinganya. Keringat Arka semakin deras.
Ia kembali ingat kepada seorang gadis. Ia kembali ingat dengan kata-kata terakhir
yang dilontarkan gadis itu padanya. Kata-kata seperti sebuah kutukan untuknya,
namun, sayangnya waktu itu, Arka tidak terlalu menggubris. Bahkan cenderung
tidak peduli.
“Sampai
kapanpun aku akan selalu mengingat hari ini. Tidak sekarang, tapi nanti, kamu
akan berada di posisiku hari ini. Bahkan, lebih dari apa yang aku rasakan.
Kesakitanmu nanti, akan mengingatkanmu padaku. Dan, saat itulah bayangan hari
ini akan menghantuimu. Bayangan kesakitanku hari ini, akan selalu muncul dalam
mimpimu. Rasa sakitmu akan membawamu pada lubang besar bernama penyesalan,
kesedihan, dan kesepian. Harga dirimu tak bersisa. Aku akan muncul dihadapanmu,
dengan sebuah tawa senang yang akan semakin menghancurkanmu.”
Arka mematung seketika. Kata-kata
gadis itu hari ini menjadi kenyataan. Bayangan Arka dalam cermin
mengingatkannya akan bayangan gadis itu. kesakitannya, semuanya. Keadaan Arka
sekarang sama dengan keadaan gadis itu. Tanpa sadar, Arka melihat pantulan
seorang gadis di belakangnya. Gadis itu... gadis yang telah mengutuknya. Gadis
itu tersenyum sinis melihat Arka. Kemudian, tertawa. Arka terkejut dan langsung
membanting cermin yang berada di hadapannya. Arka kembali meringkuk di samping
cerminnya yang sudah hancur. Air matanya turun dengan sangat deras.
“Karma sudah datang padaku.”gumam
Arka di sela tangis penyesalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar